E-commerce Bertumbuh Pesat Akibat COVID-19, Bagaimana Brand Harus Menanggapinya?
Marketing
24 April 2020
Setelah mengalami pertumbuhan yang cukup stabil dalam beberapa dekade, e-commerce kembali mengalami lonjakan yang sangat tinggi dan bahkan menyentuh triple digit dari biasanya. Lonjakan ini tidaklah lain karena adanya dampak dari kebijakan untuk melakukan karantina mandiri dan juga social/ physical distancing di berbagai negara dan juga daerah.
Di Indonesia sendiri, Kata Data mengungkap bahwa jumlah pengguna dan transaksi di
e-commerce platform seperti Tokopedia, Lazada, Shopee dan lainnya, juga mengalami lonjakan signifikan selama pandemi virus corona ini berlangsung. Gejolak tinggi penjualan di e-commerce ini dapat dirasakan oleh beberapa Brand, khususnya yang memiliki produk-produk kesehatan dan juga kebutuhan rumah tangga. Penerapan kebijakan social/ physical distancing ini, secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk mencoba alternatif lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka yaitu dengan berbelanja online.
Usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berada di rumah ini, juga menjadi perhatian pemerintah di beberapa negara terdampak. Pemerintah Indonesia menyikapi hal ini dengan memperbolehkan perusahaan-perusahaan penyedia, serta penyalur produk kebutuhan masyarakat untuk tetap beroperasi. Selama logistik masih bisa beroperasi, maka transaksi online-pun akan dapat terus berjalan. Berikut adalah beberapa kategori produk yang mengalami lonjakan permintaan selama pandemic Corona berlangsung menurut Amazon.
Impact of quarantine-driven demand surge, through the lens of Maslow’s Hierarchy of Needs
Bagi Brand yang sudah siap/ matang di e-commerce & berada dalam diagram permintaan tinggi, tentunya memiliki keuntungan yang lebih dalam situasi ini. Namun sangat disayangkan, nyatanya masih banyak Brand yang belum siap dengan perubahan ini. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Profitero & Kantar beberapa bulan yang lalu, dari 200 Brands Executive hanya sebanyak 17% Brands yang percaya diri bahwa mereka lebih unggul dibandingkan dengan kompetitor mereka di ranah e-commerce. 71% lainnya mengatakan bahwa Brand mereka masih dalam tahap mendekati atau berusaha menyeimbangkan situasi dengan kompetitor.
Dalam beberapa bulan mendatang, dari yang 71% ini tentunya Brand akan dipaksa untuk mendobrak kebiasaan lama dan didorong penuh untuk memenuhi permintaan dengan semaksimal mungkin. Bagaimana Brands bisa mempersiapkan diri dalam menghadapi gejolak tinggi e-commerce akibat COVID-19? Berikut empat area yang perlu untuk diprioritaskan:
1. Sedikit Bicara, Banyak Bertindak
Perusahaan yang menguasai pasar tidak hanya berbicara tentang e-commerce, tetapi juga bertindak dan mewujudkannya. Mereka menjadikan e-commerce sebagai suatu bagian yang sangat penting dan bahkan mengonversi KPI e-commerce menjadi bonus. Mereka memiliki suatu tim khusus yang bertanggung jawab dalam menjaga kualitas konten di website/ toko online mereka, serta mengatur keuangan dan hasil dari penjualan di
e-commerce. Pemberian insetif-pun dibuat berdasarkan KPI kerjasama lintas departemen yang berkesinambungan.
Namun, Profitero dan Kantar menemukan bahwa baru 11% organisasi yang memiliki tim khusus yang berfokus pada pencapaian e-commerce dan 40% lainnya bahkan masih lalai dalam menentukan tujuan e-commerce mereka. Jika suatu Brand belum memiliki tujuan yang jelas, sebaiknya cari dan tetapkanlah dulu tujuan tersebut sebelum melangkah lebih jauh lagi.
2. Jadilah Lebih Mudah Untuk Ditemukan
Akibat ketersediaan barang kebutuhan yang terbatas, dalam situasi ini para konsumen cenderung bersedia untuk mengganti Brand yang biasa mereka pakai dengan Brand lainnya yang tersedia dan lebih mudah ditemukan. Disinilah SEO akan berperanan sangat penting untuk memunculkan peringkat, ulasan dan taktik lainnya seputar produk untuk mendorong transaksi online.
A lady looking at empty shelves in a Sainsbury’s store in London on Wednesday morning Credit: Press Association
3. Berhenti menggunakan Taktik Offline untuk Online
Di offline, suatu Brand mungkin hanya akan berkompetisi dengan kurang dari 100 produk dari brand lainnya. Sedangkan di online, Brand harus berkompetisi mungkin dengan ribuan dari Brand produk lainnya. Tidak seperti ritel toko offline, di ranah e-commerce perubahan harga, discount, dan variasi strategi diaplikasikan secara konstan. Brand yang sudah menguasai pasarnya, biasanya sudah menyadari akan perlunya pembedaan pembedaan taktik antara offline dengan online.
Oleh karena itu biasanya brand akan memfokuskan energinya untuk membentuk suatu produk yang bervariasi serta unik, dilengkapi dengan strategi pemasaran yang disesuaikan untuk setiap pemain ritel-nya. Sangat disayangkan masih banyak Brand/ pengusaha lainnya yang menggunakan konsep “one-size-fits all” yaitu menyamaratakan setiap varian produk, harga, hingga pemilihan strategi untuk offline dan juga online. Bukanya memperoleh hasil yang maksimal, hal ini malah bisa menciptakan konflik perang dagang antar ritel offline dengan online dalam satu Brand yang sama.
4. Jadikan Ketangkasan Sebagai Keunggulan Kompetitif
Tidak seperti toko fisik (offline), di online kita dapat mengubah konten atau strategi pemasaran secara realtime dan bisa mengukur efeknya dengan cepat. Sebagai Brand kita dapat memulainya dengan melakukan penawaran berskala kecil, sebelum melangkah lebih jauh. Brand bisa memanfaatkan sifat dinamis e-commerce sebagai suatu keuntungan dalam berbagai eksperimen strategi, serta mengukur efektifitas konversinya.
Akan tetapi berdasarkan Profitero & Kantar, baru 37% Brands yang melakukan uji coba dan mengoptimalkan konten mereka dalam rangka meningkatkan penjualan. Dan 61% Brands lainnya bahkan tidak menggunakan alat analisa digital atau platform data pembeli untuk mengukur dan meningkatkan eksekusi strategi digital mereka.
Perlu diingat kembali bahwa dalam beberapa bulan kedepan akan semakin banyak konsumen yang mencoba melakukan pembelian online untuk pertama kalinya. Ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik bagi Brand untuk memengangkan hati customer. Brand harus bertindak dengan cepat, memperkuat bisnis dan posisi perusahaan di e-commerce untuk menghadapi situasi krisis seperti sekarang ini.
E-commerce Enabler Bisa Menjadi Solusi Praktis
Jet Commerce merupakan salah satu penyedia e-commerce solution Indonesia yang bergerak pada sektor B2B dan B2C di Jakarta, Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan e-commerce enabler terpercaya se-Asia Tenggara, Jet Commerce menawarkan solusi e-commerce yang komprehensif serta terintegrasi untuk mendukung pertumbuhan & pemasaran Brands di ranah e-commerce. Layanan kami meliputi official store management, digital marketing, design & creative, customer relationship management, dan fulfillment center.
Selain itu, Jet Commerce juga dilengkapi dengan fasilitas fulfillment center di Indonesia yang berlokasi di kota Tangerang. Bekerjasama dengan delapan partner logistik terpercaya, Jet Commerce Fulfillment Center mampu memproses lebih dari 4000 pesanan (online order) dalam sehari, baik pengiriman instan maupun non-instan.
Sebagai perusahaan e-commerce enabler, prioritas kami adalah menjaga serta melaksanakan kepercayaan dari Brands Partners & Online Sellers kami untuk memberikan pengalaman berbelanja yang memuaskan bagi customer. Oleh karena itu, sebisa mungkin Jet Commerce akan terus berusaha untuk memenuhi pesanan online dari customer yang saat ini harus berada #DiRumahAja selama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berlangsung.
Baca juga: “Berusaha Penuhi Pesanan, Jet Commerce Fulfillment Center Upayakan Pencegahan COVID-19″
Reference: Forbes